Senin, 25 Maret 2013

Teater Quantum 84 (SMAN 84 Jakarta)


TEATER QUANTUM (SMAN 84)


                “Si Cacat yang Utuh” begitulah Muhammad Dzakwanur Halim atau yang biasa disapa Awan menggambarkan Teater Quantum 84. Teater sekolah yang berdiri pada tanggal 09 September 2000 adalah salah satu ekstrakulikuler yang ada di SMAN 84 Jakarta. Anto Ristargie, Fifi Herawati, S.Pd, Lida Nalida, S.Pd, dan Andi Maryam, S.Pd adalah 4 nama pendiri Teater Quantum. Pro dan kontra di sekolah mewarnai awal perjalanan Teater Quantum 84, tapi Teater Quantum berhasil meyakinkan keraguan pihak sekolah dengan prestasi.


               Pada awal berdirinya Teater Quantum sudah berhasil mendapatkan beberapa prestasi, salah satunya adalah ketika menjuarai lomba Teater Kontemporer tingkat SLTA yang diadakan oleh dinas kebudayaan DKI Jakarta. Selain berteater, Teater Quantum juga rajin ikut serta dalam berbagai lomba, salah satunya adalah lomba puisi kelompok. Sudah banyak piala yang di ‘gondol’ ke SMAN 84 oleh Teater Quantum.

                Teater yang saat ini beranggotakan 20 orang sedang bersiap menghadapi Festival Teater Pelajar XI yang di selenggarakan oleh Ikatan Drama Jakarta Barat (INDRAJA) oktober mendatang. “Kami cacat tanpa pelatih, tapi kami mencoba tetap utuh dan tetap eksis”, ujar Awan. Belum adanya tenaga ahli yang mau menangani adalah persoalan utama selain tentunya persoalan biaya produksi yang tak sedikit untuk sebuah pementasan. Terhitung sudah 4 orang menangani Teater Quantum tapi keempatnya tak bertahan lama. “kami punya semangat, dengan semangat, kami bisa membuat apapun menjadi mungkin”, Awan menambahkan. Semangat itu pula yang akhirnya membuat Adi ‘Pocong’ Irawan, sutradara Teater USB Trisakti untuk dengan berani menangani Teater Quantum.

                Di Festival Teater Pelajar kali ini Teater Quantum akan membawakan lakon berjudul “Kartini Berdarah”. Ketika ditanyai mengenai target, Awan mengatakan bahwa di FTP kali ini Teater Quantum ikut serta tanpa target atau Nothing to lose. Bagi Awan dan teman-temannya, bisa berhasil mementaskan sebuah pertunjukan dan membuat penonton yang menyaksikannya merasa terhibur adalah sesuatu yang luar biasa. “harapan kami Teater Quantum bisa kembali Berjaya seperti beberapa tahun yang lalu” ujar Awan mewakili teman-temannya. (ADS)

Selasa, 19 Maret 2013

The Greatest, Bravest, Coolest Man Ever !! Rizal Nasti


Rizal Nasti



              
          Lahir di Kota Pinang, Sumatera Utara, pada tahun 1958. Pemberontakan tengah gencar di seluruh penjuru Negeri. “Saya lahir di dalem Bungker (lubang dalam tanah), waktu itu demi keamanan, semua wanita dan anak-anak disuruh masuk ke Bungker”, ujar beliau. Rizal Nasti lahir dengan ayah dan ibu yang berprofesi sebagai seorang pedagang. Tidak seperti kebanyakan anak di Kota Pinang, bang Rizal memulai sekolah dengan masuk ke TK (Taman Kanak-kanak) selama 2 tahun, kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar dan lulus pada tahun 1969. Hal tersebut tak lepas dari kedua orangtuanya yang beranggapan bahwa sekolah itu penting. Pada tahun yang sama pula, kedua orangtuanya memutuskan untuk pindah ke jakarta karena alasan ekonomi.
             Di Jakarta, bang Rizal dan kedua orangtuanya tinggal dan menetap di daerah Kali Anyar, Tambora, Jakarta Barat, yang jaraknya relatif dekat dengan lokasi Gelanggang Remaja Jakarta Barat. Rizal Nasti meneruskan Sekolah Menengah Pertama di SMPN 21 Jakarta dan Sekolah Menengah Atas di SMAN 19 Jakarta. Yang menarik, bang Rizal, begitu ia biasa disapa, sudah membudayakan membaca sejak kecil. “Orang laen di Kali Anyar belom pada baca, keluarga saya udah langganan koran”, lanjutnya.
               Beberapa tahun setelah lulus SMA, tepatnya di tahun 1978, bang Rizal mulai mengenal Gelanggang dan INDRAJA (Ikatan Drama Jakarta Barat) yang sudah berumur 4 tahun sejak pertama kali didirikan pada tahun 1974. Sebagai pemain, bang Rizal pernah bergabung dengan banyak grup teater, salah satunya adalah Teater Kwadrat yang di sutradarai Ch. Cheme Ardi. Di Kwadrat, bang Rizal berhasil meraih banyak penghargaan grup dan individu. Di Kwadrat juga, beliau bertemu dengan istrinya yang notabene adalah lawan mainnya di Teater Kwadrat.
          Setelah genap 12 tahun mengenal dan mendalami teater, tepatnya pada tahun 1980, bang Rizal membentuk dan memberanikan diri untuk menyutradarai sebuah grup teater, Study Teater 24. Teater ini mulanya adalah grup teater dari SMEA 24 yang kini telah berubah namanya menjadi SMKN 42. Hingga kini, Study Teater 24 telah meraih banyak penghargaan di berbagai ajang festival teater.
             Suksesnya sebagai sutradara berbanding lurus dengan kesuksesannya memimpin INDRAJA, hampir selama 15 tahun beliau memimpin asosiasi teater di Jakarta Barat ini. Bagaimana tanggapan kalian perihal INDRAJA dewasa ini? Itulah hasil kerja keras bang Rizal dan semua warga INDRAJA yang membuat Ikatan Drama Jakarta Barat kita tercinta menjadi lebih baik, di dalam maupun di luar.