Rabu, 24 Desember 2014

TAHUN KE-19 RETROSPEKSI DAN EKSISTENSI



TAHUN KE-19



RETROSPEKSI DAN EKSISTENSI


Genap 19 Tahun yang lalu dilahirkan, genap 19 tahun hidup. Tak ada yang kekal memang dalam hempasan waktu, siang akan jadi malam, terang akan jadi gelap, dan muda akan segera menjadi tua.

Dilahirkan di Jakarta, 25 Desember 1995, aku tumbuh dan berkembang menjadi seorang pemuda 19 tahun dengan segala keterbatasan. Aku tumbuh dan berkembang menjadi seorang paman berumur 19 tahun dengan segala keterbatasan. Aku tumbuh dan berkembang menjadi seorang kakak berumur 19 tahun dari 2 orang adik dengan segala keterbatasan. Aku tumbuh dan berkembang menjadi adik berumur 19 tahun dengan segala keterbatasan. Aku tumbuh dan berkembang menjadi seorang anak berumur 19 tahun dengan segala keterbatasan.

Mulai mengenyam pendidikan formal dipertengahan tahun 2000, aku lulus dari berbagai jenjang pendidikan dengan segala keterbatasanku. Satu hal yang paling mengecewakan dan membuatku marah pada diriku sendiri ditahun ke-19 ini adalah karena aku tidak bisa melanjutkan proses pendidikan tinggiku untuk sementara waktu. Aku terhambat untuk mampu mewujudkan keinginanku sendiri.

19 Tahun, aku mulai terjerat pada jeratan yang aku buat sendiri. Semua yang kulakukan selama ini yang kumaksudkan untuk diriku ternyata harus mengorbankan diriku sendiri.

19 Tahun, aku mulai sadar dan mengerti bahwa akulah yang menentukan diriku. Aku mulai sadar dan mengerti bahwa aku adalah aku. Aku mulai sadar dan mengerti bahwa inilah aku.

19 Tahun, aku mulai mencoba menunjukkan diriku pada alam semesta. Aku mulai mencoba menunjukkan diriku pada orang lain. Aku mulai mencoba menunjukkan diriku pada keluargaku. Aku mulai mencoba menunjukkan diriku pada diriku sendiri.

19 Tahun, aku terbuka untuk membiarkan apa pun yang akan aku kaji, baik itu benda, perasaaan, pikiran, atau bahkan eksistensi manusia itu sendiri untuk menampakkan dirinya padaku.

19 Tahun. Maafkan aku, Bapak, Ibu, Aa’, Sisi, Ija, dan semua orang-orang disekitarku. Tetaplah jadi yang terbaik dan tetaplah baik kepadaku walaupun aku tak mampu menjadi yang terbaik dan baik kepada kalian. Setidaknya kalian menyelamatkan surga kalian sendiri jika kelak aku tak mampu memberikan surga untuk kalian.

Senin, 10 November 2014

Ekstrakulikuler, Riwayatmu Kini ..

Ekstrakulikuler, Riwayatmu Kini ..



Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa, dimana pada masa tersebut terjadi proses pematangan, baik itu pematangan fisik, maupun psikologis. Mereka mempunyai emosi yang tidak stabil. Golongan ini senantiasa mempunyai perasaan ingin mencoba dan senantiasa ‘bermasalah’.

Banyak perilaku remaja yang saat ini menyimpang kedalam hal-hal negatif. Khususnya di fase SMA/SMK seperti tawuran antar pelajar, seks bebas, dan narkoba.

Menyikapi penyimpangan tersebut sekaligus sebagai upaya meminimalisir, dibuatlah kegiatan Ekstrakulikuler atau yang akrab disapa ‘eskul’. Eskul sebagai media/sarana coba mengarahkan kegiatan para remaja/pelajar ke arah yang positif. Tujuannya untuk mengapresiasikan kreasi atau bakat para remaja ke dalam hal-hal yang positif. Sehingga dengan kegiatan yang positif ini setidaknya dapat meminimalisir hal-hal negatif sekaligus mengarahkan kegiatan remaja ke arah yang positif. Eskul juga mempunyai fungsi sebagai penyalur energi berlebih remaja/pelajar.

Permasalahannya terletak pada tingkat pengetahuan dan kesadaran para orang tua, guru, dan sekolah akan hal ini. Ruang para pelajar dibatasi bahkan cenderung ditiadakan dengan alasan bahwa eskul terlalu memakan banyak waktu para pelajar yang tugas utamanya adalah belajar. Mereka terlalu berkonsentrasi pada hal yang bersifat akademik sehingga eskul dipandang sebelah mata.

Tanpa mereka sadari, mereka secara tidak langsung membentuk dan mengarahkan para remaja/pelajar untuk menyalurkan energi berlebihnya kearah yang tidak jelas. Mereka pun luput untuk menyadari bahwa para remaja/pelajar mempunyai kecenderungan (passion) mereka masing-masing yang terkadang bertolak belakang dengan keinginan para remaja/pelajar. Ada yang passionnya di bidang seni (Teater, musik, gambar, tari), ada yang olahraga, ada yang PMR, Silat, Karate, Paskibra, Pramuka, Dll. Sekali lagi saya tekankan kegelisahan saya; mereka terlalu berkonsentrasi pada bidang akademik.

Saya belum pernah memang menjadi Orang tua, Guru, atau Pejabat Sekolah, tapi saya mengerti, menganalisa, membaca, meriset, dan mempelajari bagaimana menjadi orang tua, guru, atau pejabat sekolah yang baik. Yang nantinya bisa menghasilkan generasi penerus bangsa yang baik. Yang kemudian akan melakukan hal-hal yang baik.

Tulisan ini saya buat dengan penuh rasa hormat dan kesadaran yang sesadar-sadarnya untu para Orang tua, Guru, dan Sekolah yang amat saya cintai dan saya banggakan. Besar harapan saya bahwa tulisan saya ini mampu menjadi penambah pengetahuan dan kesadaran kita.

Terima kasih saya ucapkan kepada Bpk. Sadeli dan Ibu Salbiah, orang tua saya tercinta yang sudah memberikan kepercayaan dan ruang kepada saya untuk menjadi apa yang saya inginkan, bukan memaksa saya menjadi apa yang kalian inginkan.

Siapapun yang membaca tulisan ini, tolong tunjukan tulisan ini kepada orang tua, guru, dan sekolah kalian.

Best Regards’
Arsha Dwi Sulistio
08983595054
BB : 513B02C5
FB : Arsha Dwi Sulistio
Twitter : arshaDS_

Rabu, 15 Oktober 2014

BROADCAST SMKN 42 DAN TEATER BIRU 42, KORBAN UJI COBA SISTEM DAN KORBAN KRISIS EKSISTENSI

SMKN 42 Jakarta, salah satu SMK terbaik di Jakarta berdasarkan hasil NILAI UN ini dulunya bernama SMEA 24 yang termasuk dalam kategori SMK ‘Bisnis dan Manajemen’. Sekolah ini mempunyai Tiga jurusan utama yakni, Akutansi, Sekretaris (Kini Adm. Perkantoran), dan Penjualan (kini Pemasaran). Di awal tahun akademik 2006/2007, mulai dibuka jurusan Penyiaran atau Broadcasting dengan persiapan ‘seadanya’. Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi juga semakin pesatnya laju perkembangan dunia media, menjadi latar belakang dibukanya jurusan Broadcasting sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan tenaga professional dibidang tersebut. Sayangnya, latar belakang yang cukup kuat ini tidak diimbangi oleh persiapan yang kuat untuk menunjang Jurusan Broadcasting di tingkat SMK. Bahkan ditingkat Universitas pun, materi dan tenaga pengajar yang ada terkesan pas-pasan bahkan cenderung kurang kuat.

Siswa Broadcast Bersama Salah Satu Guru
Dibukanya Jurusan Broadcasting di SMKN 42 ternyata mendapat respon yang baik dari calon siswa yang akan melanjutkan pendidikannya dari SMP ke SMK. Rata-rata kurang lebih ada sekitar 30 murid yang masuk jurusan tersebut disetiap tahunnya. Total sudah ada 9 generasi yang menjadi bagian dan menjadi korban dari Jurusan ‘coba-coba’ ini. Baik yang sudah lulus maupun yang masih aktif sebagai siswa. Tidak adanya output (tempat kerja) yang tersedia untuk menampung lulusan Jurusan ini menjadi salah satu akibat yang diterima oleh si korban (siswa) yang telah menyelesaikan pendidikannya

Lalu apa hubungannya dengan TEATER BIRU 42 dan KRISIS EKSISTENSI? SMKN 42 Jakarta punya sebuah kegiatan Ekstrakulikuler yang fokusnya pada dunia seni, TEATER BIRU 42 namanya. Eskul ini sudah ada 6 tahun lebih awal dari Jurusan Broadcasting. Pada awal berdiri, anggotanya didominasi oleh murid jurusan Akutansi dan Penjualan. Setelah dibukanya Jurusan Broadcast, dominasi anggota dari jurusan lain kalah dari jurusan Broadcast karena memang ilmu yang didapat di TEATER BIRU 42 sangat dibutuhkan oleh para murid Jurusan Broadcast.

Ditahun akademik 2015/2016, kabarnya Jurusan Broadcast ditutup dan diganti menjadi Jurusan Multimedia. Artinya, generasi ke-9 menjadi generasi yang terakhir dari perjalan panjang uji coba Jurusan Broadcasting di SMKN 42 yang telah memakan banyak korban.

Teater Biru 42 "FTB 2012"
Menariknya, kabar ditutupnya jurusan ini diikuti dengan kabar ditutupnya TEATER BIRU 42, dimana mayoritas anggotanya adalah murid Jurusan Broadcasting. Apakah uji coba sistem tersebut sudah terbukti gagal? Atau SMKN 42 dengan sengaja menutup Jurusan ini karna sudah mulai menyerah untuk menyiapkan materi dan tenaga pengajar yang kompeten?

Lalu kenapa TEATER BIRU 42 ditutup dengan alasan bahwa siswa menjadi lebih patuh kepada pelatihnya dibanding gurunya?

Semua alasan tersebut menguatkan kecurigaan saya bahwa murid Jurusan Broadcasting menjadi liar karna kecerdasan dan wawasannya yang semakin luas berkat TEATER BIRU 42 sehingga SMKN 42 mulai kewalahan untuk mengakomodir kemampuan tersebut. Atau karena guru-guru di SMKN 42 tidak mau kehilangan eksistensinya sebagai guru yang punya pola pikir bahwa ‘guru adalah dewa yang selalu benar, dan murid adalah kerbau’?

Broadcast Generasi IV SMKN 42
Tulisan ini hanya spekulasi saya sebagai korban dan sebagai anggota TEATER BIRU 42 yang mudah-mudah mampu membuat kita sadar bahwa kita memang dibentuk untuk tidak boleh pintar, untuk tidak boleh cerdas, untuk tidak boleh kritis. Lalu dari sisi manakah keberhasilan seorang guru terhadap muridnya bisa diukur? Kalau bukan dari kepandaian dan kecerdasan? Atau keberhasilan seorang guru bisa diakui setelah melihat muridnya punya uang banyak? Hidup mewah?.

Tapi dibalik ini semua ada hikmah yang bisa kita dapat. Tidak akan ada lagi murid yang menjadi korban. Berbahagialah anggota TEATER BIRU (tidak lagi dengan nama 42), karna kita diberi nikmat untuk menjadi pandai, menjadi cerdas, dan menjadi kritis walau kini tidak semudah dulu. Berbahagialah murid yang sempat berteater. Berbahagialah yang berhasil menjadi Broadcaster. Berbahagialah yang hampir jadi Broadcaster. Dan berbahagialah yang gagal menjadi Broadcaster. Berbahagialah ..



Arsha D. Sulistio
Broadcast Generasi 4 (2012)
Anggota Teater Biru (dulu 42)