DIANGKA
18!
HARAPAN
YANG MASIH TERUS DIHARAPKAN...
Senin,
25 Desember 1995, tepat setelah kumandang adzan Maghrib lahirlah seorang putra
kedua dari pasangan suami istri, Sadeli dan Salbiah, bernama Arsha Dwi Sulistio
dengan berat 3,7 kg dan panjang 55 cm. Anak laki-laki yang ganteng, imut, lucu
dan menggemaskan. Bapak gua, si Sadeli keturunan Betawi-Manado, nah Ibu gua
tercinta keturunan Jawa telek alias Jawir, dan gua masih ada keturunan Belanda.
Gua tumbuh dan berkembang dilingkungan keluarga yang mampu membentuk karakter
kepribadian yang agamais dan pancasilais
![]() |
kakak dan adik gua |
Kelahiran gua
secara tidak langsung melahirkan pula harapan kedua orang tua gua bahwa gua diharapkan
kelak akan jadi seorang yang berarti, bukan cuma buat keluarga, tapi buat semua
orang. Nah, cara pertama untuk merealisasikan harapannya, kedua orang tua gua
dengan susah payah nyari duit yang banyak supaya gua bisa mengenyam pendidikan
yang berkualitas.
Alhamdulillah,
kedua orang tua gua adalah penganut faham ‘Pendidikan itu Penting’, jadi gua
bisa menuntaskan wajib belajar 12 tahun. Pertama, tahun 1998 gua masuk ke
RAUDHATUL ATFAL AL-MUNIR (setingkat TK) dan lulus di pertengahan 2000. Kedua,
pertengahan tahun 2000, gua yang saat itu belom genap 6 tahun udah bisa masuk
dan belajar di SDN DURI UTARA 01 Pagi karena udah bisa baca dan nulis, tahun
ajaran 2005/2006 gua lulus SD dengan predikat lulusan terbaik. Ketiga, gua
lanjut ke SMPN 89 SSN ditahun ajaran 2006/2007 dan lulus dengan normal ditahun
ajaran 2008/2009. Kelima, gua yang udah dikasih kebebasan milih sekolah sendiri
akhirnya menjatuhkan pilihan pada SMKN 42 Cengkareng, dengan program studi
Broadcasting ditahun ajaran 2009/2010 dan alhamdulillah lulus ditahun ajaran
2011/2012.
“Salah satu cara
untuk menaikan taraf hidup adalah dengan Pendidikan” begitu kata pak Hombing
dalam pidatonya yang gua denger setiap hari senen pas upacara dan setiap dia
masuk kelas gua. Setelah sekolah melulu selama 14 tahun, lalu apakah gua udah
berhasil jadi seperti apa yang diharapkan ibu bapak? Belom! Trus kapan? Kapan?!
“Tak ada yang
kekal dalam hempasan waktu. Dalam putarannya, terang akan jadi gelap, keriuhan
akan jadi sunyi, dan siang akan jadi malam. Begitu juga yang muda, akan segera
menjadi tua, ringkih, kehilangan tenaga” itulah kutipan dari prolog opera tari
“Akan Jadi Malam” karya Jefri Andi Usman yang kayaknya pas banget buat gua yang
tanggal 25 Desember 2013 ini genap berusia 18 tahun.
Diangka 18, yang
kalo hidup ini dianalogikan sebagai waktu dalam satu hari, maka 18 tahun adalah
pagi hari, yang artinya adalah waktunya untuk beraktivitas, waktunya untuk giat
mengejar cita-cita sebelum petang datang dan kemudian beristirahat sampai malam
hari tiba yaitu kematian. Diangka 18, ini waktunya untuk berlari, momentum
untuk memulai segala pencarian yang butuhkan untuk mewujudkan harapan. Diangka
18, ini waktunya untuk berproses agar mendapat hasil sesuai harapan untuk
mewujudkan harapan.
Diangka 18,
waktunya untuk segera mewujudkannya, sebelum terang menjadi gelap, sebelum keriuhan
menjadi sunyi, dan sebelum siang menjadi malam, semoga.